Rabu, 19 Februari 2025

Jawabane mung 'hujan'

Sore kemarin dapat vcall dari adikku, nunjukin jempol tangannya yang bengkak terbungkus plastik warna merah diikat karet.

"Lapo jempolmu?" tanyaku melihat jempolnya yang terbungkus plastik.

"Kenek palu," jawabnya singkat. Tentu saja aku marah kenapa harus dibungkus plastik? kenapa gak dibawa ke klinik?, gak takut infeksi atau kenap-kenapa nantinya? alasannya 'HUJAN'.

Dia memang terlalu perkasa sebagai seorang perempuan, jika ada perbaikan rumah selalu dikerjakan sendiri tanpa minta bantuan suaminya, misal : ngecat rumah, paku dinding, aduk semen dan tidak mau dibantu, padahal hasil akhirnya seringkali tidak sesuai dengan yang diharapkan, dan ekornya panggil tukang buat beresin.

Dia paku dinding untuk memasang besi penyangga jemuran yang baru dibelinya, berharap jemurannya rapi seperti yang dilihat di tik tok, namun nasib berkata lain.

Sudah yakin dengan paku ditangan kiri, dia tempel ke dinding sesuai tanda pensil, lalu di palu dengan pukulan keras supaya menembus dinding, alhasil palu menumbuk tangannya sendiri sementara paku terlepas! πŸ₯΄

Langsung gelap pandangan matanya, kepala kliyengan, dan jempol cenut cenut gak karuan, untung gak pingsan katanya, tapi gak tahan, luorooo pol.

Jam delapan malam dia telpon, jempolnya semakin sakit, gak bisa tidur, lalu kusuruh ke klinik daripada dibungkus pakai plastik macam gorengan, tapi jawabannya tetep 'HUJAN'.

"Dikasih obat apa ya?" kujawab obat pereda nyeri, paracetamol atau decoflenac, katanya gak punya, "Beli!" jawabku sambil gedeg, akhirnya aku ngomel, "Loro iku diobati bukannya curhat! opo-opo gak duwe, gak duwe yo tuku! dan sekali lagi jawabnya adalah 'HUJAN".

"Mbohlah, sak karepmu!" kututup telpon.

Pagi ini dia foto jempolnya sudah terbalut perban dari Klinik dan beberapa obat untuk diminum, captionnya "sik cenut cenut ih!" 😫 dan kujawab dengan icon jempol 😁

salam guyon nyoto_


#01 - LODEH


Simple Recipe
PAWON YU TIEN🀀
written by Tinihannys


Resep masakan sederhana, gak pake ribet, sing penting mateng, ala dapur ngebul "Pawon Yu Tien"🌻



"Ma, masak apa?" tanya Andien setelah sampai di rumah, seperti biasa saat dia pulang sekolah yang terucap setelah salam adalah 'masak apa hari ini'.

"Mama gak sempat keluar karena tadi pagi sibuk beres-beres rumah setelah semalam bocor di dapur. Jadi masak seadanya yang ada di kulkas ya. Pasti enak kok!"
Ya, tadi pagi aku memang sibuk ngepel dan bersihkan dapur karena semalam hujan angin sangat deras, beruntung pagi ini sudah dibereskan oleh Pak Mul, jadi sudah aman dari bocor. Buka kulkas dan tengok sisa sayur, ada terong dan kacang panjang, juga sisa tempe yang belum sempat kumasak kemarin, cukuplah untuk sayur lodeh. 
* Psst, kalau lauk pendamping aku selalu stok di freezer jadi aman.πŸ‘Œ

RECIPE LODEH :
Terong 1 biji agak besar, kacang panjang 1 genggam [kupas terong asal aja tidak sampai bersih kulitnya, potong2, cuci bersih]
Tempe setengah / secukupnya[potong dadu, goreng sebentar saja, 1/2 matang]
Santan kara 60ml [segar ataupun kemasan - bebas]
Bawang merah 4 biji & putih 4 biji, kemiri sangrai 3 biji, cabe merah 2 buah, ketumbar 1 sdm [haluskan]
lengkuas sejempol [geprek], daun jeruk 3 lembar, daun salam 2 lembar [remas2 agar aroma keluar]
Garam, gula dan  penyedap [gagudap] secukupnya
~ Didihkan air didalam panci, masukkan bumbu halus, lengkuas, daun jeruk & salam, kacang panjang, tunggu kacang 1/2 matang lalu masukkan terong dan tempe, didihkan kembali terakhir masukkan santan dan gagudap, aduk jangan sampai santan pecah, koreksi rasa, dan siap dihidangkan. 
"Ndin! ayo makan," panggilku saat sudah kusiapkan makan siang dengan sayur lodeh dan ayam ungkep goreng, yummy! 🀀
"Alhamdulillah nikmat," kata Andien setelah selesai makan, "Uwenak Ma!" dan aku tersenyum mengangguk.
Happy Cooking πŸ’•







Selasa, 18 Februari 2025

#04 - Buku dalam Gua

 

Serial Anak

Melody Dua Dunia

written by Tinihannys


Kisah petualangan anak Kelas Tiga Sekolah Dasar bernama Melody bersama sahabatnya Nurmala, Daniel dan Kemal yang selalu mendapatkan kawan maupun lawan dari dua dunia🌻


Hari ini adalah hari pengumpulan tugas sekolah Edukasi Wisata di Kebun Binatang, tentu saja aku sudah siap dengan tugas yang diberikan oleh Bu Rosa sebagai wali kelasku, kubaca ulang tugasku di LKS (Lembar Kerja Siswa), tulisanku sudah tersusun rapi dan gambarnya juga bagus, gambar singa dengan rambut rockernya melambai tertiup angin, aku tidak menggambar macan karena aku tidak suka bau kandangnya yang pesing.😫

Tugas Nurmala bergambar burung Merak dengan ekor berwarna hijau, biru, ungu dan kuning.

“Wah, cantik sekali burung merak ini,” kataku ketika melihat gambar Nurmala.

“Ssst, jangan bilang Bu Rosa ini yang mewarnai Mamaku karena aku tidak pandai mewarnai, beda dengan kamu Mel yang selalu rapi mewarnai gambar tanpa keluar garis,” bisik Nurmala jujur kalau gambar itu bukan dia yang mengerjakannya.

Sementara Daniel dan Kemal sudah mengumpulkan tugasnya di meja guru. Jadi aku tidak tahu apa gambarnya bagus atau tidak.

“Mel, Melo, Melody,” teriak Aldo saat jam istirahat pertama sekitar jam sebelas, aku diam tidak menghiraukannya. Hanya Daniel dan Kemal saja yang terlihat kesal.

“Mel, kenapa kamu diam saja,” tanya Aldo menghadangku, dan Farel dengan wajah sok jagoan di samping Aldo memandangku sinis.

“His!” aku hanya mendesis dan berlalu. Tapi Farel menarik rambutku, tentu saja aku berbalik dan langsung kupukul dengan sekali pukulan mengenai tangannya dia langsung meringis.

“Apa!” bentakku kepada Farel yang kesakitan, tak kusangka Aldo menarik rambutku juga, dan saat tanganku sudah melayang hendak memukulnya, tiba-tiba tanganku tidak bisa digerakkan, begitu juga dengan tangan Aldo yang masih menarik rambutku tak bisa bergerak lagi, ternyata Pak Lison berdiri di antara kami dan memegang tanganku di udara dan tangan Aldo di rambutku.

“Tertangkap kalian berdua, selalu ribut jika bertemu, ayo ke ruang guru,” kata Pak Lison membawa kami berdua masuk ke ruangan.

“Aduh kenapa sih dengan anak dua ini, selalu ribut?” Bu Rosa menyambut kami dengan keluhannya.

“Dia menarik rambut saya bu!” jawabku sambil menunjuk ke arah Aldo dengan marah.

“Dia tidak mau menjawab panggilan saya bu,” jawab Aldo tidak merasa bersalah.

“Kenapa kamu tidak mau menjawabnya Mel!” tanya Bu Rosa sambil memandangku heran.

“Dia tidak mau berteman dengan saya bu!” potong Aldo memojokkanku.

“Saya tidak suka dengan Aldo, dia nakal, dia suka mengganggu saya bu!” jawabku dengan tegas.

“Tidak! kalau kamu menjawab aku tidak akan mengganggumu, tapi kamu selalu tidak menghiraukan aku, bukankah kita berteman?!” aku terkejut melihat Aldo bicara pertemanan denganku seperti itu, karena kami tidak berteman. 

“Aku tidak mau berteman denganmu!” tak mau kalah, kulawan juga jawabannya yang asal-asalan.

Dan dihadapanku Bu Rosa dan Pak Lison tersenyum melihat kami saling bersahutan.

“Kamu temanku, terserah kamu mau berteman denganku atau tidak, kamu tetap temanku!” kata Aldo seperti hakim yang memutuskan perkara di persidangan.

Dan kedua guru didepanku tertawa tak tahan menahannya, begitupun dengan guru-guru lainnya di mejanya masing-masing, semua ikut tertawa melihat kami.

“Sudah-sudah, sekarang kalian berjabat tangan, Ibu tidak mau dengar kalian ribut lagi, cepat! ingat tidak boleh ribut lagi!” Setelah berjabat tangan kami keluar ruangan, tentu saja aku berjalan mendahului Aldo karena aku tidak mau jalan berdua dengan Aldo.

“Bagaimana Mel?” Nurmala, Daniel dan Kemal bertanya padaku saat aku kembali ke kelas.

“Hmmm, kalian ingatkan ya, jika ada Aldo lebih baik aku menjauh saja, tadi Bu Rosa sudah mengingatkan bahwa gak boleh ribut lagi.

“Tapi kamu tidak dihukum kan?” tanya Nurmala, dan aku menggeleng.

“Mel, ini surat dari Aldo,” Nina teman Aldo dari kelas Tiga-E memberikan kertas yang dilipat menjadi empat persegi sama sisi oleh Aldo, “To Melody, aku minta maaf, dan kita berteman 😏.” Begitulah tulisan Aldo di kertas itu, meminta maaf dengan icon wajah melengos!😑

Nurmala, Daniel dan Kemal protes dengan surat permintaan maaf Aldo yang dihiasi dengan icon wajah melengos, “Kita balas suratnya Mel dengan icon wajah raksasa merah bertanduk.” Kata Kemal tapi kutolak, dan aku tidak mau membalasnya, biarkan saja, capek.

Tiba-tiba Daniel merebut kertas itu dan mengejar Nina, “Nina, tunggu,” teriak Daniel, ”Katakan pada Aldo, Melody tidak mau menerima surat ini!” kata Daniel dan menyerahkan kertas itu kepada Nina.

Nina yang bingung hanya mengangguk dan pergi.

“Hmmm, rasakan!” kata Farel.

“Eh bagaimana dengan burung Pelita? ada petunjuk?” tanya Nurmala mengalihkan pembicaraan.

“Ah ya, aku lupa, kata Bi Inah sudah dua hari ini memberitahu kalau ada burung berwarna hijau biru selalu bertengger di atas gundukan di belakang pohon mangga, saat Bi Inah mau memberi makan dengan jagung kering dia selalu terbang menjauh.”

“Ha? di gundukan? jangan-jangan itu petunjuk!” kata Daniel semangat.

“Bagaimana kalau besok kita ke rumahmu lagi Mel,” kata Kemal, dan kami setuju.

🌻


Tepat jam delapan kami sudah berkumpul di gundukan tanah di belakang pohon mangga.

“Dimana kata Bi Inah?” tanya Daniel mengamati gundukan tanah.

“Disini, tepat disini,” jawabku sambil menunjuk ditengah gundukan tanah, seperti yang ditunjukkan Bi Inah tadi pagi.

Kami berempat mencari petunjuk apa yang tertinggal dari burung Pelita, sampai setengah jam kami mengamati gundukan tanah itu tapi tak menemukan apapun, akhirnya kuputuskan untuk menggeser batu hitam di mulut lubang gundukan tanah.

“Ya, kita buka saja siapa tahu di dalamnya ada petunjuk,” kata Daniel.

Segera kami berempat bekerja keras mendorong batu hitam itu yang ternyata memang berat, sampai akhirnya kami bisa menyingkirkan batu itu hingga lubang terbuka dengan sempurna.

Daniel berjongkok dan mengintip ke dalam, tapi gelap dan hanya bau tanah lembab. 

Kemal juga melakukan hal yang sama, juga gelap dan bau tanah saja.

Nurmala tidak berani mencobanya, dia hanya menunggu saja, jadi sekarang giliranku melihat kedalam, ku perhatikan dengan seksama, dan kutempelkan wajahku sebelah kiri ke tanah didepan gundukan itu untuk melihat bagian dalamnya, disana hanya gelap tapi ada sedikit celah, sedikit cahaya yang masuk kedalam tapi seperti terhalang sesuatu.

“Hei, coba ambilkan ranting yang agak panjang, aku melihat sedikit celah dan cahaya disana,” segera Kemal menyodorkan ranting itu, dan saat kumasukkan aku merasa mendorong sesuatu, lalu aku tarik benda itu dengan ranting tapi rantingnya patah.

“Daniel, coba kamu lihat kedalam, ini rantingnya," kataku sambil bergeser dan menyerahkan ranting yang ada di tangan Nurmala, yang lebih besar dari ranting Kemal.

Daniel jongkok dan menempelkan wajahnya ke tanah seperti aku tadi, dan dia masukkan rantingnya, tangannya maju mundur menarik benda itu, hingga akhirnya benda itu keluar, dan itu sebuah buku! Buku Tua.

Setelah buku itu dikeluarkan, maka lubang itu menjadi terang benderang, rupanya gua itu memiliki lubang memanjang ke dalam tapi aku tak tahu sampai dimana akhir lubang itu.

Buku itu cukup tua, kertasnya sudah menguning bahkan ada tulisannya yang sudah kabur, lembarannya terasa dingin dan lembab sehingga kami harus membukanya dengan perlahan, dan bau usang seperti buku yang terperangkap di dalam ruangan gelap tanpa cahaya dan udara, sangat menusuk hidung.πŸ“–

“Coba lihat judul buku ini, Misteri Gua Dalam, ditulis oleh Mr. X” kata Nurmala.

“Siapa Mr. X?” sahut Kemal, serempak kami menjawab, “Entahlah.” 🌻


Begitulah akhir serial ini, jika kalian penasaran tunggu serial berikutnya ya!πŸ‘Œ

#serialanak #ceritaanak #bacaananak #storytelling #fiksianak


Senin, 17 Februari 2025

#03 - Burung Pelita

 

Serial Anak

Melody Dua Dunia

written by Tinihannys


Kisah petualangan anak Kelas Tiga Sekolah Dasar bernama Melody bersama sahabatnya Nurmala, Daniel dan Kemal yang selalu mendapatkan kawan maupun lawan dari dua dunia🌻

“Mel, bagaimana semalam? kamu mimpi apa?” tanya Nurmala saat aku baru sampai di bangku, aku hanya menggeleng.

“Mel! bagaimana…… Melody tidak bermimpi,” sahut Kemal saat Daniel mau menanyakan mimpiku semalam.

Dan mereka kecewa karena aku tidak bermimpi!

🌻


Hari Kamis adalah hari yang kusuka karena pelajaran di sekolah tidak terlalu berat, dan ada pelajaran menggambar, hari ini kami menggambar gedung sekolah dari halaman luar, semua siswa bebas duduk dimana saja yang mereka inginkan, ada sebagian yang duduk di rumput taman, ada yang duduk di gazebo, dan kami berempat duduk dilantai di seberang ruang musholla.

“Hei, semalam anak laki-laki pincang itu datang lagi,” kataku sambil mewarnai gambar pintu gerbang gedung sekolah.

“Apa katanya?” tanya Daniel mendekatiku.

“Kita bisa masuk ke Gua Dalam jika bertemu burung Pelita!”

“Burung Pelita? apaan itu?” sahut Nurmala yang terheran dengan nama burung itu.

“Entahlah, kata anak laki-laki itu burung Pelita memiliki bulu yang cantik penuh warna hijau dan biru. Tapi kita sendiri yang harus menemukan terlebih dahulu.”

“Dimana?” tanya Nurmala bingung.

“Menurutku karena dia seekor burung, dia pasti ada di langit atau di pohon,” begitulah analisa Daniel. Dan kami setuju.

“Baiklah, mulai sekarang saat perjalanan pulang, kita harus waspada dan perhatikan langit dan setiap pohon yang kita lewati, kalau perlu kita berhenti di bawah pohon untuk menunggu burung itu muncul,” kata Kemal panjang lebar.

“Tidak, tidak, berapa lama kita harus menunggu dibawah pohon? bukannya sepanjang jalan banyak pohon yang kita lewati?” protes Nurmala.

“Ya kalau begitu sambil lewat saja tidak perlu menunggunya,” begitu kataku mengakhiri perbincangan ini karena kelompok pengganggu dari kelas Tiga-E muncul dan mulai berisik.

“Woi, geser dong, kita juga mau duduk disini untuk menggambar kantin,” kata ketua kelompok pengganggu yang bernama Aldo, musuh bebuyutan kami. Siswa kelas Tiga-E juga mendapat tugas menggambar di luar kelas, tetapi objeknya berbeda dengan kami, mereka menggambar hiruk pikuk kantin sekolah.

Aldo adalah anak yang nakal, dia temanku waktu di taman kanak-kanak, dan kami duduk sebangku kala itu.

Walaupun duduk sebangku tapi dia bukan temanku! Dia selalu membuatku marah karena selalu merebut botol minumku, dia selalu kehabisan air minum. Pada awalnya aku tidak terlalu marah karena aku kasihan melihatnya kehausan sepanjang waktu, namun ternyata bekal minumnya masih ada didalam botol. Saat ditanya kenapa kamu tidak minum punyamu sendiri, dia katakan bahwa air minumku rasanya lebih segar daripada punya dia yang rasanya tidak enak. Dan itu tidak mungkin kan? karena air putih tidak ada rasanya, bagaimana mungkin air minumnya tidak enak.

Juga saat istirahat di playground, dia selalu menggangguku saat main ayunan, pernah aku terjatuh dari ayunan karena didorong oleh Aldo, lututku berdarah dan aku menangis sepanjang jam istirahat. Aldo memang anak nakal!

“Hai Aldo, bukankah masih banyak tempat lain, kenapa harus mengusir kami?” tanyaku dengan marah.

“Kalau Aldo bilang geser ya geser!” kata Farel sambil berdiri dihadapanku.

“Kami tidak mau geser, kami duduk disini duluan!” jawab Daniel dan Kemal yang sudah berdiri juga dihadapanku, dan sekarang ada empat anak laki-laki berdiri di hadapanku, sedangkan aku dan Nurmala masih duduk di lantai memegang buku gambar.

“Kalau kami tidak mau bergeser kenapa memangnya?” tanyaku sambil berdiri dan membusungkan dada di depan Aldo dan Farel.

Nurmala juga berdiri, “Iya, kenapa kalau kita tidak mau bergeser?” tanyanya sambil mengintip dibelakangku. Nurmala memang sedikit penakut diantara kami berempat. 😁

“Kalau begitu kamu duduk dekat aku disana!” kata Aldo sambil menunjukku untuk ikut dengannya duduk di dekat pintu kantin, tentu saja aku tidak mau, bagaimana aku bisa menggambar gedung sekolah jika aku disana.

“No way! kenapa aku harus mengikutimu!” jawabku dengan sedikit berteriak melihat tingkah Aldo yang menjengkelkan.

Lalu Aldo dan Farel menarik tangan kiriku, sementara Daniel, Kemal, Nurmala menarik tangan kananku, dan aku di tengah menjadi boneka padi yang bergoyang ke kanan dan ke kiri.😫

“Hentikan anak-anak!” kata Bu Rosa menghentikan mereka semua. “Kalian semua ikut ibu ke kantor guru!” dan kami semua melotot ke arah Aldo dan Farel, tapi mereka juga melotot ke arah kami. Benar-benar anak nakal!

“Katakan, ada apa?” tanya Bu Rosa dengan tegas.

Kami ceritakan semua yang terjadi, tapi Aldo dan Farel menyangganya, mereka katakan hanya ingin bergabung bersama kami saat menggambar, tentu saja terjadi lagi keributan didalam ruang guru yang membuat semua guru melotot ke arah kami, kecuali Pak Lison justru tersenyum dan geleng-geleng kepala saja di ujung ruangan.

“Kalian harus menulis “Kami akan berteman dengan sebaik-baiknya” sebanyak lima ratus kata, dan dikumpulkan hari senin,” perintah Bu Rosa yang tidak mau diprotes.

Aku langsung berbalik ke arah Aldo dan mengepalkan tangan kepadanya, dan… Pak Lison tertawa terbahak-bahak di ujung ruangan!πŸ™„

🌻


“Aku marah dengan Aldo dan Farel, gara-gara mereka kita dihukum!” kata Daniel bersungut-sungut.

“Kenapa mereka selalu mengganggu kita?” tanya Nurmala keheranan.

“Tapi menurutku, Aldo selalu menyasar ke Melody yang membuat kita marah!” kata Kemal sambil menendang kerikil di atas trotoar.

Ya memang dia selalu menyasar kepadaku, entah kenapa selalu aku yang dia pakai untuk umpan kemarahan. Aku semakin tidak suka dengan Aldo!

“Hei, jangan lupa perhatikan pohon-pohon disepanjang jalan ini siapa tahu ada burung Pelita diatasnya,” kataku mengingatkan mereka.

Kami berempat berjalan dengan mendongakkan kepala setiap melewati pohon disepanjang jalan Purnama ini. Begitu semangatnya sampai Kemal terjatuh karena kakinya tersangkut semen pembatas pohon, hingga kepalanya terbentur pohon, tapi dia tidak menangis, kami tertawa melihat wajah Kemal memerah dan meringis.

Perjalanan kami lanjut hingga di barisan pohon terakhir di jalan ini, tetap tidak ada tanda-tanda keberadaan burung Pelita, lalu kami menyeberang jalan setelah lampu merah menyala dan alarm pejalan kaki berbunyi.

“Kalau hari ini tidak ada, mudah-mudahan besok bisa bertemu burung Pelita,” kata Daniel, lalu kami berpisah dan pulang ke rumah masing-masing.

🌻


Seminggu berlalu tak ada tanda keberadaan burung Pelita, tetapi kami tidak berputus asa. Bahkan pencarian burung Pelita kami perluas, tidak hanya pohon disepanjang jalan Purnama tapi juga pohon di sekolah dan di rumah kami sendiri, berharap burung itu muncul.

“Mel, perlengkapan sudah siap semua ya, jangan sampai ada yang tertinggal, jangan lupa pakai topi biar tidak kepanasan,” ibu mengingatkan aku saat aku membereskan peralatan dan perbekalan ke kebun binatang pagi ini.

Topi, mantel hujan, botol minum, roti lapis, wafer dan coklat bar sudah masuk ke dalam ransel, lembar kerja, alat tulis juga sudah masuk, aman!.

“Selamat bersenang-senang sayang,” kecup Ayah saat mengantarku ke sekolah. Aku melambaikan tangan dan bergegas masuk ke sekolah sebab kulihat bus wisata sudah parkir di halaman sekolah.

“Mel!” panggil Nurmala di depan kelas menyambutku.

“Apa snack kamu?” tanya Kemal kepada kami berdua saat dia juga sampai di depan kelas.

“Rahasia…” aku dan Nurmala menjawab sambil berjalan ke tempat duduk, dan seperti biasanya Kemal selalu penasaran hingga dia memancing dengan membuka tasnya sendiri dan mengeluarkan snack yang dia bawa, ada permen susu, air lemon, sandwich, pastel, dan keripik kentang.

Lalu datanglah Daniel ikut membuka tasnya yang berisi yogurt, susu UHT lima kotak, roti oles coklat dua tangkup, dan keripik kentang. Nurmala juga membuka tas nya yang berisi jus mangga, burger, dan susu UHT satu kotak.

Lalu kami berbaris bergiliran naik ke bus wisata sesuai urutan. Sepanjang perjalanan semua siswa menyanyi tiada henti mengikuti arahan Bu Yahya sampai tiba di kebun binatang, dan kembali kami berbaris rapi untuk antri masuk melihat aneka hewan di dalam kebun binatang.

“Wah,,, besar sekali!” teriak Kemal melihat gajah kesayangannya, “Pak, saya mau naik, ini uangnya,” kata Kemal sambil menyerahkan uang kepada Pak Rio, guru pramuka yang bertugas mengawasi kami, dan beberapa anak lainnya juga ikut antri naik gajah, sementara kami berdiri di luar arena menunggu Kemal selesai naik ke atas gajah.

“Bagaimana rasanya?” tanya Nurmala setelah Kemal bergabung bersama kami.

“Ternyata punggung gajah memang besar dan tinggi, kamu tahu kulitnya kasar dan keras, juga telinganya benar-benar lebar, dan aku senang sudah merasakan naik ke atas punggungnya!” 🐘

Lalu kami mengitari arena binatang primata, disana Daniel tak henti-hentinya berlompat kegirangan melihat orangutan yang sedang bermain dengan anaknya yang masih muda. Disisi lain ada orangutan sekeluarga ada empat orangutan, dengan satu bayinya yang sedang menyusu pada ibunya. “Lihat tingkah mereka memang seperti manusia, bahkan anak bayinya berada dalam gendongan ibunya,” kata Daniel yang takjub melihat ibu orangutan menggendong bayinya setelah menyusui. 🦧

Berputar ke sisi barat, disana ada kandang macan dengan pagar besi yang kokoh, aku termangu melihat macan dengan warna orange bergaris hitam, sungguh indah warnanya, tapi sayang kandangnya bau pesing. 🐯

Lalu bergeser ke seberang ada arena singa yang terpisah dengan tembok yang tinggi dan sungai di kelilingnya yang memisahkan dari tempat pengunjung, disana dua ekor singa jantan dan betina berkejaran sambil mengaum dengan suara yang sangat keras, ada juga sebagian singa yang tidur dibawah pohon, dan ada juga yang sedang menguap lebar memperlihatkan taringnya yang tajam. Aku suka dengan rambut singa jantan yang terurai bergoyang tertiup angin seperti penyanyi Rock! 🦁🀘

Kami berjalan lagi menuju kandang burung, tentu saja Nurmala sangat bersemangat melihat aneka burung cantik dengan bulu berbeda warna, apalagi saat ke kandang burung merak, burung itu berputar dengan lemah gemulai, lalu ekornya mulai mengembang seperti layar menari-nari dengan warna ekor hijau, biru, ungu dan kuning yang tersusun rapi, mempercantik gerakan gemulai burung merak yang ingin memperlihatkan kepada pengunjung bahwa dirinya burung yang cantik, dan menurutku dia agak sedikit sombong!🦚

Istirahat siang dimulai dengan minum es buah yang sudah disediakan oleh sekolah di dalam botol bening yang terlihat potongan buah didalamnya, rata-rata kami mengambilnya satu botol, tapi kelompok pengganggu mengambil dua, bahkan Aldo dan Farel mengambil tiga botol! Keterlaluan.

Setelah itu makan siang dibagi yang sudah dikemas dalam kemasan rice bowl, masing-masing siswa mendapatkan satu rice bowl saja.

Setelahnya acara bebas, kami boleh istirahat,  duduk di atas tikar atau jajan bakso, nasi goreng, kue atau apapun di dalam area ini.

Kami berempat mengobrol sambil menikmati snack bekal kami dari rumah, saat aku membuka coklat bar dan siap untuk memakannya tiba-tiba Aldo memotong coklatku dari belakang, tentu saja kami berempat marah dengannya, namun Aldo malah ketawa sambil berkata,”Bagi Mel!” dan pergi begitu saja. Hmmm Aldo, Aldo... kenapa selalu membuatku marah!

Daniel dan Kemal sudah bersiap mengejar Aldo, namun aku dan Nurmala melarangnya, sudahlah biarkan saja, lebih baik kita santai saja disini.

Tiba-tiba diatas kami melintas burung cantik berwarna hijau biru, dia terbang rendah melewati kepala kami, lalu berhenti diatas dahan terendah di pohon depanku. Burung itu memandangku seolah ingin mengenalku, dan aku mulai tertarik untuk mendekatinya, dia begitu cantik dengan bulu hijau dan biru di seluruh badannya, lalu Nurmala, Daniel dan Kemal sudah berbaris di sisi kiri dan kananku, hingga Daniel berteriak,”Burung Pelita! Mel, burung Pelita!” kami berempat segera maju untuk menangkapnya namun burung itu terbang tinggi dan tak kembali.

“Kita berhasil bertemu burung Pelita, itu artinya kita akan mengetahui Gua Dalam dan apa saja yang ada didalamnya!” kata Kemal dengan yakin, dan kami semua memang yakin bahwa itu adalah burung Pelita.

“Oke, kita tunggu perkembangan selanjutnya, apakah burung itu akan kembali ataukah Melody akan bermimpi atau menemukan petunjuk lewat anak laki-laki pincang itu.” Kata Daniel.🌻


Begitulah akhir serial ini, jika kalian penasaran tunggu serial berikutnya ya!πŸ‘Œ

#serialanak #ceritaanak #bacaananak #storytelling #fiksianak


Minggu, 16 Februari 2025

#02 - Petunjuk Gua Dalam


Serial Anak

Melody Dua Dunia

written by Tinihannys


Kisah petualangan anak Kelas Tiga Sekolah Dasar bernama Melody bersama sahabatnya Nurmala, Daniel dan Kemal yang selalu mendapatkan kawan maupun lawan dari dua dunia🌻


“Mel, besok jam berapa?” tanya Nurmala yang sudah tak sabar dari seminggu yang lalu ingin pergi ke Gua Dalam.

“Jam delapan setelah sarapan, aku tunggu ya, bye!” dan kami berpisah menuju rumah masing-masing, rumahku ada di Blok-C, rumah Nurmala di Blok-D, sedangkan rumah Daniel dan Kemal di Blok F.

“Mel, tadi pagi Bi Inah menemukan pensil hijau yang sudah patah di bawah pohon mangga, apa itu punyamu?” tanya ibu saat aku selesai makan siang.

“Bukan bu, pensilku berwarna biru semuanya,” ya ayah selalu membeli pensil satu kotak dengan warna biru untuk keperluan sekolahku, sehingga aku tidak pernah lagi membeli pensil lainnya.

“Coba lihat ini,” ibu memberikan pensil hijau yang patah itu kepadaku. Dan aku tetap menggeleng karena memang bukan milikku.

“Ya sudah simpan saja dulu, sayang kan kalau dibuang karena masih panjang,” kata ibu sambil memasukkan pensil patah itu ke laci meja belajarku. Aku penasaran juga punya siapa pensil itu?

🌻


“Assalamualaikum, Melody…” kudengar suara serempak dari Nurmala, Daniel dan Kemal di depan pagar.

“Wa'alaikumussalam, masuk anak-anak,” kata ibu menyambut mereka dan membuka pagar. Dan aku segera keluar membawa mereka ke kebun belakang rumah.

“Ssst, jangan berisik supaya Bi Inah dan Ibu tidak curiga, Oke,” kataku mengingatkan mereka, “Ini rahasia kita berempat.” Dan mereka mengangguk.

“Stop! Disini tempatnya!” Aku berhenti tepat di bawah pohon mangga dan memutar ke sisi ayunan yang tergantung di pohon mangga.

Tapi aku tidak menemukan lubang itu, padahal semalam aku berdiri tepat di depan pohon mangga ini saat anak laki-laki pincang itu merebut kalung benang merahku.

“Mana lubangnya?” tanya Daniel sambil berbisik.

“Disini, semalam aku ingat berdiri tepat disini, dan lubang itu ada disini juga,” jawabku keheranan dengan hilangnya lubang gua itu.

“Kamu yakin disini tempatnya?” kata Nurmala, dan aku mengangguk.

“Baiklah, kita mulai dari titik ini, lalu semuanya berbalik badan, lalu kita mencari jejak yang tertinggal disini, apapun itu yang mencurigakan kumpulkan saja,” perintahku kepada mereka setelah kami berempat berbalik badan sehingga membentuk formasi empat jurus mata angin, Timur, Selatan, Barat, Utara.

“Semua berjalan sambil menunduk dan menuju ke arah luar dari titik ini!” ucapku sambil berjalan menjauh dari pohon, namun aku tak menemukan apapun, lalu aku kembali lagi mendekat ke arah pohon dengan menatap setiap jengkal tanah yang kuinjak dengan teliti, sampai aku tiba di depan pohon kembali tetap tak ada yang kutemukan, akhirnya aku beristirahat dibawah pohon menunggu mereka kembali.

Nurmala datang dengan kerikil kecil yang banyak sekali di kantongnya, Kemal datang dengan potongan ranting kering yang dipungut disepanjang jalan yang dia temui, Daniel datang dengan sebuah pena kaligrafi berwarna hitam dengan ujung berbentuk segitiga pipih dan runcing berwarna keemasan.

Semua kami kumpulkan dengan seksama sambil meneliti satu persatu.

“Anak-anak minum dulu, ini ada es buah dan roti bluder buat camilan hingga nanti makan siang bersama ya,” kata Bi Inah sambil meletakkan nampan es buah di dekat kursi ayun.

“Aku rasa ranting ini tidak menyerupai apa-apa, hanya sekedar ranting yang jatuh berguguran saja,” kata Kemal sambil membuangnya di sisi pohon mangga.

“Aku juga menganggap batu kerikil ini hanya batu biasa saja yang memang berserakan dimana-mana,” kata Nurmala sambil menghamburkan lagi ke tanah.

“Aku penasaran dengan pena kaligrafi ini, apakah Ayahmu suka menulis dengan pena ini?” tanya Daniel sambil memandang pena itu dengan seksama.

“Tidak, Ayah tidak memakai pena kaligrafi biasanya memakai ballpoint gel,” jawabku yang sering melihat ayah menyelipkan ballpoint gel itu di saku baju dinasnya.

“Oh ya, kemarin Bi Inah juga menemukan pensil warna hijau yang patah di bawah pohon ini,” kataku setelah mengingat pensil patah di laci.

Setelah kami menikmati es buah dan roti bluder, aku segera mengajak mereka untuk meneliti semua yang ada di belakang pohon mangga ini.

Kemal dan Nurmala meneliti setiap jengkal pohon mangga, sementara aku dan Daniel mengamati setiap gundukan tanah di belakang pohon.

“Ah ini hanya lubang cacing,” kata Daniel setelah mengacak-acak lubang dengan tanah berbentuk silinder disekitarnya.

Aku justru tertarik dengan tanah gundukan seperti bukit mini tepat di samping ayunan yang tergantung di pohon mangga, tanah itu ditumbuhi rumput halus, bentuknya seperti cangkang siput yang besar, namun tidak ada lubang disana, hanya ada sebuah batu hitam teronggok di depan nya yang sebagian menutupi badan cangkang siput.

Aku hanya duduk didepan gundukan itu sambil mengelus batu hitam itu, batu itu berwarna hitam berkilau, permukaannya kasar tapi tidak tajam, maksudku agak halus jika disentuh, batu apa ini? dan dimana lubang semalam?

“Mel! coba lihat pensil patah yang ditemukan Bi Inah,” kata Kemal mengagetkanku.

Segera aku berlari mengambil pensil patah di laci meja belajarku dan memberikannya kepada Kemal.

“Ini pensilmu bukan?” tanya Daniel

“Bukan! pensil Melody berwarna biru,” jawab Nurmala meyakinkan karena dia sering meminjam pensil cadangan kalau lupa membawanya.

Lalu Daniel mengambil nampan es buah yang  berwarna putih dengan gambar sekuntum bunga tulip kuning di ujungnya, dia letakkan gelas es buah dan sisa roti Bluder di atas rumput, lalu membersihkan nampan yang basah bekas tetesan embun es buah dengan mengusapnya, setelah itu dia ambil pensil patah dan pena kaligrafi yang disusun berdampingan dan memberi jarak supaya tidak menempel.

“Perhatikan Mel! apakah kamu menemukan sesuatu yang aneh dengan keduanya?” tanya Daniel seolah detektif swasta profesional hingga membuatku gugup dan tak bisa mencerna kata-katanya, aku menggeleng 😣

“Perhatikan sekali lagi!” desaknya, kali ini justru dia seolah menjadi tukang sulap dengan kalung cincin polos sebagai bandulnya yang siap menghipnotisku πŸ˜’ 

Aku tetap menggeleng setelah lama memperhatikan dua benda itu.

“Anak-anak waktunya makan siang,” teriak ibu di balik dapur dengan celemek kotak-kotak merah favoritnya.

“Baiklah, hari ini sampai disini saja, kita makan dulu lalu istirahat, aku lelah seharian di bawah cuaca panas seperti ini,” kataku sambil bangkit.

“Ini kamu simpan dulu, nanti kita keluarkan lagi saat membutuhkannya,” kata Nurmala sambil memberiku pensil patah dan pena kaligrafi.

Kemal berjalan sambil membawa nampan dan gelas es buah, sedangkan Daniel hanya membawa sisa roti bluder dua bungkus.

“Selamat makan, jangan lupa baca do’a ya,” kata ibu saat kami sudah duduk rapi di meja makan dengan hidangan sayur sop, ayam goreng dan perkedel kentang.

Setelahnya kami berempat ngobrol di teras, membicarakan tentang rencana kunjungan sekolah ke kebun binatang bulan depan.

Tentu saja aku ingin mengunjungi kandang singa dan macan yang terkenal sangat mengerikan bunyi aum nya🦁🐯

Kemal ingin naik gajah walaupun bayar tiket sendiri karena dia penasaran bagaimana rasanya naik diatas punggung gajah 🐘

Nurmala ingin ke kandang burung merak, mudah-mudahan burung merak mau membuka ekornya yang terkenal dengan warna bulunya yang cantik 🦚

Daniel ingin ke kandang orang utan sebagai binatang primata dan salah satu binatang pintar karena memiliki sembilan puluh tujuh persen DNA manusia 🦧 hmm… kami tidak sabar menantikan kunjungan itu!

Malam hari saat aku menyiapkan buku pelajaran untuk besok pagi, aku membuka laci meja belajar untuk mengambil penghapus, dan disana kulihat pensil patah dan pena kaligrafi tergeletak.

Kukeluarkan keduanya dan kuletakkan di atas meja belajar, kupandang dengan seksama setiap bentuk patahan pada pensil dan ujung segitiga pipih yang runcing pada pena kaligrafi, tiba-tiba aku teringat benda itu! Segera kumasukkan ke dalam kotak pensil dan besok akan kutunjukkan kepada mereka bertiga di kelas.

🌻


“Nur! aku sudah mendapat petunjuk semalam,” kataku pada Nurmala yang siap mendengarku bercerita.

“Apa?” kata Daniel dan Kemal di belakangku, lalu aku keluarkan pensil patah dan pena kaligrafi, kuletakkan di meja Daniel dan Kemal.

“Lihat,” kataku sambil mengangkat pensil patah, “Aku teringat pensil patah ini seperti tongkat milik anak laki-laki pincang yang mau merebut kalung benang merahku, tongkat itu aku rebut dan kubuang dan aku ingat ujung tongkat itu terkena batang pohon mangga sehingga patah, mungkin tongkat anak pincang itu sudah rapuh.”

Mereka bertiga membelalakkan mata sambil memperhatikan pensil patah yang berayun-ayun di tanganku.

“Lalu,” lanjutku sambil mengambil pena kaligrafi, “Kalian lihat, ujung pena ini berbentuk segitiga, pipih, runcing dan tajam, berwarna keemasan dengan badan pena berwarna hitam, ini persis tombak yang yang dipegang penjaga pintu Gua Dalam yang berwajah hitam, aku ingat betul tombak itu mata segitiganya berkilauan saat menyeret tubuh anak laki-laki pincang itu!”

Dan sekali lagi mereka bertiga bertambah terbelalak memperhatikan runcingnya ujung segitiga pena kaligrafi.

“Ya, betul!, ini memang persis seperti tombak, dan itu memang menyerupai tongkat patah,” kata Daniel sambil membolak balikkan kedua benda itu.

“Lalu bagaimana selanjutnya? pintu Gua Dalam, bagaimana kita menemukannya?” sambung Nurmala.

“Apakah siang ini kita kembali ke pohon mangga?” tanya Kemal, dan aku menggeleng,”Tidak siang ini, ibu pasti tidak mengijinkan aku bermain sepulang sekolah, sebab peraturan di rumahku, pulang sekolah harus istirahat dan tidur siang.”

Dan mereka bertiga mengangguk-angguk saja mendengar penjelasanku.

“Baiklah kita kembali ke pohon mangga minggu depan seperti yang lalu, jam delapan sudah berkumpul di rumah Melody,” kata Daniel memberikan jadwal bertemu di rumahku.

🌻


“Assalamualaikum, Melody…” kudengar suara serempak dari Nurmala, Daniel dan Kemal di depan pagar.

“Wa'alaikumussalam, masuk anak-anak,” kata ibu menyambut mereka dan membuka pagar. Dan aku segera keluar membawa mereka ke kebun belakang rumah.

“Jadi begini, semalam aku bermimpi bahwa Gua Dalam memang ada, dan anak laki-laki pincang itu mengatakan bahwa Gua Dalam hanya hadir di malam hari saja, saat bintang terang menghiasi langit yang gelap, disaat itulah pintu gua akan terbuka mengeluarkan cahaya terang di bawah pohon mangga, dan dia meyakinkanku untuk mencari adanya tanda keberadaan Gua Dalam disekitar pohon mangga, jika kita jeli pasti tanda itu dapat kita temukan walaupun di siang hari!”

“Wahhh! seru! ini seru! aku suka!” Nurmala, Daniel dan Kemal bersorak gembira mendengar petualangan kali ini yang menurut kami memang mendebarkan.

Seperti kebiasaan kami di sekolah, selalu suka dengan hal-hal menantang yang penuh misteri jika ada kasus rumit.

“Kalian ingat saat Bisma kehilangan sepatu di ruang presentasi?” kata Daniel mengingatkan kami yang super sibuk mencari petunjuk dimana keberadaan sepatu kiri Bisma yang hilang. Ya! kami menemukannya di kantin, petunjuk itu kami dapat dari kaos kaki Bisma sebelah kiri kotor sekali, warna putih kaos kakinya menjadi hitam abu-abu dan coklat tua bercampur jadi satu sampai dekil karena menginjak banyak debu di lantai sekolah berbeda dengan kaos kakinya yang sebelah kanan, ya walaupun kotor juga tapi tidak terlalu dekil seperti yang sebelah kiri.

Daniel menginterogasi Bisma, apa saja yang dilakukan dan darimana saja sebelum ke ruang presentasi, menurut Bisma dia tidak kemana-mana, dia hanya makan siang saja lalu jajan di kantin setelah itu langsung ke ruang presentasi. Dalam sekejap Kemal menyusuri lorong ruang presentasi menuju ke kantin, dan benar saja disana tergeletak sepatu anak laki-laki berwarna hitam sebelah kiri saja, sepatu itu ada di bawah bangku kantin di depan penjual es teh klasik. Tentu saja Bisma senang sepatunya sudah ketemu, dan dia memberi coklat batang kepada kami sebagai tanda terima kasih.

“Oke, kita fokus dengan petunjuk Gua Dalam, menurutku mulut gua biasanya berbentuk bulat dengan lorong kedalam, disekitar mulut gua biasanya ada rumput, atau sarang laba-laba, atau tumbuhan liar lainnya bahkan ranting hijau ataupun coklat, kita perhatikan saja tanda-tanda itu,” kataku mengingatkan bentuk gua seperti kebanyakan di film kartun selama ini.

“Kita hanya perlu duduk mengelilingi pohon mangga, dan memperhatikan sekitarnya saja supaya lebih fokus dengan tanda mulut Gua Dalam,” sambung Kemal.

Aku yang dari kemarin selalu tertarik dengan batu hitam mengkilat di tanah gundukan mulai mendekatinya, “Hei, coba kalian kesini,” panggilku.

“Perhatikan batu hitam ini, dia mengkilat sekali, dan coba sentuh permukaannya, halus dan tidak terlalu tajam seperti batu pada umumnya, apakah ini salah satu petunjuk?” Kataku sambil menyentuh batu hitam itu berulang kali.

Daniel mulai menggoyang dan mendorong batu hitam itu, Nurmala menepuk gundukan tanah diatas batu dengan rumput halus yang memenuhinya, Kemal mulai memperhatikan ranting coklat yang ada disekitar batu hitam, “Ini ranting yang kubuang kemarin,” gumamnya, dan aku mulai mengukur tinggi batu yang hampir tiga perempat dari tinggi gundukan tanah itu.

“Brett, batunya tergeser!” seru Daniel setelah lama dia dorong batu itu.

“Lihat ada celah di antara batu dan gundukan itu,” aku terbelalak melihat celah di belakang batu.

“Ayo geser lagi!” kata Kemal membantu Daniel menggeser batu itu.

“Ada lubang di dalamnya!” teriak Nurmala setelah batu itu tergeser hampir setengah dari letak semula.

“Anak-anak, ayo makan siang!” tiba-tiba ibu sudah memanggil untuk makan siang.

“Oke, kita berhenti dulu, nanti kita lanjut setelah makan,” kata Daniel.

Kami makan dengan terburu-buru karena sudah tidak sabar dengan Gua Dalam di bawah pohon mangga, “Wah, cepat sekali makan kalian,” kata Bi Inah saat kami cuci tangan setelah makan.

“Terima kasih makanannya Bi,” jawab kami serempak sebelum berhambur kembali ke pohon mangga.

“Bagaimana ini? siapa yang berani melihat ke dalam?” kata Nurmala cemas.

“Maksud kamu?” tanya Kemal bingung.

“Tidak, maksud Nirmala bukannya masuk kedalam lubang itu, tentu saja itu tidak cukup untuk badan kita, ini hanya petunjuk, seperti pensil patah sebagai tongkat anak laki-laki pincang, pena kaligrafi sebagai tombak penjaga mulut gua, dan lubang ini tentu saja sebagai mulut Gua Dalam, begitu kan Nur?” jelasku, dan Nurmala mengangguk, lalu Kemal mengangguk juga.

“Baiklah, yang penting kita sudah tahu dimana letak Gua Dalam, selanjutnya kita tunggu petunjuk lewat mimpi Melody lagi,” jelas Daniel, sambil menggeser batu hitam itu menutup lubang gundukan tanah kembali.🌻


Begitulah akhir ceritaku, lanjutkan di serial berikutnya πŸ‘Œ

#ceritaanak #bukuanak #fiksianak #storytelling #bacaananak



Jawabane mung 'hujan'

Sore kemarin dapat vcall dari adikku, nunjukin jempol tangannya yang bengkak terbungkus plastik warna merah diikat karet. "Lapo jempolm...