Serial Anak
Melody Dua Dunia
written by Tinihannys
Kisah petualangan anak Kelas Tiga Sekolah Dasar bernama Melody bersama sahabatnya Nurmala, Daniel dan Kemal yang selalu mendapatkan kawan maupun lawan dari dua dunia🌻
Hari ini adalah hari pengumpulan tugas sekolah Edukasi Wisata di Kebun Binatang, tentu saja aku sudah siap dengan tugas yang diberikan oleh Bu Rosa sebagai wali kelasku, kubaca ulang tugasku di LKS (Lembar Kerja Siswa), tulisanku sudah tersusun rapi dan gambarnya juga bagus, gambar singa dengan rambut rockernya melambai tertiup angin, aku tidak menggambar macan karena aku tidak suka bau kandangnya yang pesing.😫
Tugas Nurmala bergambar burung Merak dengan ekor berwarna hijau, biru, ungu dan kuning.
“Wah, cantik sekali burung merak ini,” kataku ketika melihat gambar Nurmala.
“Ssst, jangan bilang Bu Rosa ini yang mewarnai Mamaku karena aku tidak pandai mewarnai, beda dengan kamu Mel yang selalu rapi mewarnai gambar tanpa keluar garis,” bisik Nurmala jujur kalau gambar itu bukan dia yang mengerjakannya.
Sementara Daniel dan Kemal sudah mengumpulkan tugasnya di meja guru. Jadi aku tidak tahu apa gambarnya bagus atau tidak.
“Mel, Melo, Melody,” teriak Aldo saat jam istirahat pertama sekitar jam sebelas, aku diam tidak menghiraukannya. Hanya Daniel dan Kemal saja yang terlihat kesal.
“Mel, kenapa kamu diam saja,” tanya Aldo menghadangku, dan Farel dengan wajah sok jagoan di samping Aldo memandangku sinis.
“His!” aku hanya mendesis dan berlalu. Tapi Farel menarik rambutku, tentu saja aku berbalik dan langsung kupukul dengan sekali pukulan mengenai tangannya dia langsung meringis.
“Apa!” bentakku kepada Farel yang kesakitan, tak kusangka Aldo menarik rambutku juga, dan saat tanganku sudah melayang hendak memukulnya, tiba-tiba tanganku tidak bisa digerakkan, begitu juga dengan tangan Aldo yang masih menarik rambutku tak bisa bergerak lagi, ternyata Pak Lison berdiri di antara kami dan memegang tanganku di udara dan tangan Aldo di rambutku.
“Tertangkap kalian berdua, selalu ribut jika bertemu, ayo ke ruang guru,” kata Pak Lison membawa kami berdua masuk ke ruangan.
“Aduh kenapa sih dengan anak dua ini, selalu ribut?” Bu Rosa menyambut kami dengan keluhannya.
“Dia menarik rambut saya bu!” jawabku sambil menunjuk ke arah Aldo dengan marah.
“Dia tidak mau menjawab panggilan saya bu,” jawab Aldo tidak merasa bersalah.
“Kenapa kamu tidak mau menjawabnya Mel!” tanya Bu Rosa sambil memandangku heran.
“Dia tidak mau berteman dengan saya bu!” potong Aldo memojokkanku.
“Saya tidak suka dengan Aldo, dia nakal, dia suka mengganggu saya bu!” jawabku dengan tegas.
“Tidak! kalau kamu menjawab aku tidak akan mengganggumu, tapi kamu selalu tidak menghiraukan aku, bukankah kita berteman?!” aku terkejut melihat Aldo bicara pertemanan denganku seperti itu, karena kami tidak berteman.
“Aku tidak mau berteman denganmu!” tak mau kalah, kulawan juga jawabannya yang asal-asalan.
Dan dihadapanku Bu Rosa dan Pak Lison tersenyum melihat kami saling bersahutan.
“Kamu temanku, terserah kamu mau berteman denganku atau tidak, kamu tetap temanku!” kata Aldo seperti hakim yang memutuskan perkara di persidangan.
Dan kedua guru didepanku tertawa tak tahan menahannya, begitupun dengan guru-guru lainnya di mejanya masing-masing, semua ikut tertawa melihat kami.
“Sudah-sudah, sekarang kalian berjabat tangan, Ibu tidak mau dengar kalian ribut lagi, cepat! ingat tidak boleh ribut lagi!” Setelah berjabat tangan kami keluar ruangan, tentu saja aku berjalan mendahului Aldo karena aku tidak mau jalan berdua dengan Aldo.
“Bagaimana Mel?” Nurmala, Daniel dan Kemal bertanya padaku saat aku kembali ke kelas.
“Hmmm, kalian ingatkan ya, jika ada Aldo lebih baik aku menjauh saja, tadi Bu Rosa sudah mengingatkan bahwa gak boleh ribut lagi.
“Tapi kamu tidak dihukum kan?” tanya Nurmala, dan aku menggeleng.
“Mel, ini surat dari Aldo,” Nina teman Aldo dari kelas Tiga-E memberikan kertas yang dilipat menjadi empat persegi sama sisi oleh Aldo, “To Melody, aku minta maaf, dan kita berteman 😏.” Begitulah tulisan Aldo di kertas itu, meminta maaf dengan icon wajah melengos!😡
Nurmala, Daniel dan Kemal protes dengan surat permintaan maaf Aldo yang dihiasi dengan icon wajah melengos, “Kita balas suratnya Mel dengan icon wajah raksasa merah bertanduk.” Kata Kemal tapi kutolak, dan aku tidak mau membalasnya, biarkan saja, capek.
Tiba-tiba Daniel merebut kertas itu dan mengejar Nina, “Nina, tunggu,” teriak Daniel, ”Katakan pada Aldo, Melody tidak mau menerima surat ini!” kata Daniel dan menyerahkan kertas itu kepada Nina.
Nina yang bingung hanya mengangguk dan pergi.
“Hmmm, rasakan!” kata Farel.
“Eh bagaimana dengan burung Pelita? ada petunjuk?” tanya Nurmala mengalihkan pembicaraan.
“Ah ya, aku lupa, kata Bi Inah sudah dua hari ini memberitahu kalau ada burung berwarna hijau biru selalu bertengger di atas gundukan di belakang pohon mangga, saat Bi Inah mau memberi makan dengan jagung kering dia selalu terbang menjauh.”
“Ha? di gundukan? jangan-jangan itu petunjuk!” kata Daniel semangat.
“Bagaimana kalau besok kita ke rumahmu lagi Mel,” kata Kemal, dan kami setuju.
🌻
Tepat jam delapan kami sudah berkumpul di gundukan tanah di belakang pohon mangga.
“Dimana kata Bi Inah?” tanya Daniel mengamati gundukan tanah.
“Disini, tepat disini,” jawabku sambil menunjuk ditengah gundukan tanah, seperti yang ditunjukkan Bi Inah tadi pagi.
Kami berempat mencari petunjuk apa yang tertinggal dari burung Pelita, sampai setengah jam kami mengamati gundukan tanah itu tapi tak menemukan apapun, akhirnya kuputuskan untuk menggeser batu hitam di mulut lubang gundukan tanah.
“Ya, kita buka saja siapa tahu di dalamnya ada petunjuk,” kata Daniel.
Segera kami berempat bekerja keras mendorong batu hitam itu yang ternyata memang berat, sampai akhirnya kami bisa menyingkirkan batu itu hingga lubang terbuka dengan sempurna.
Daniel berjongkok dan mengintip ke dalam, tapi gelap dan hanya bau tanah lembab.
Kemal juga melakukan hal yang sama, juga gelap dan bau tanah saja.
Nurmala tidak berani mencobanya, dia hanya menunggu saja, jadi sekarang giliranku melihat kedalam, ku perhatikan dengan seksama, dan kutempelkan wajahku sebelah kiri ke tanah didepan gundukan itu untuk melihat bagian dalamnya, disana hanya gelap tapi ada sedikit celah, sedikit cahaya yang masuk kedalam tapi seperti terhalang sesuatu.
“Hei, coba ambilkan ranting yang agak panjang, aku melihat sedikit celah dan cahaya disana,” segera Kemal menyodorkan ranting itu, dan saat kumasukkan aku merasa mendorong sesuatu, lalu aku tarik benda itu dengan ranting tapi rantingnya patah.
“Daniel, coba kamu lihat kedalam, ini rantingnya," kataku sambil bergeser dan menyerahkan ranting yang ada di tangan Nurmala, yang lebih besar dari ranting Kemal.
Daniel jongkok dan menempelkan wajahnya ke tanah seperti aku tadi, dan dia masukkan rantingnya, tangannya maju mundur menarik benda itu, hingga akhirnya benda itu keluar, dan itu sebuah buku! Buku Tua.
Setelah buku itu dikeluarkan, maka lubang itu menjadi terang benderang, rupanya gua itu memiliki lubang memanjang ke dalam tapi aku tak tahu sampai dimana akhir lubang itu.
Buku itu cukup tua, kertasnya sudah menguning bahkan ada tulisannya yang sudah kabur, lembarannya terasa dingin dan lembab sehingga kami harus membukanya dengan perlahan, dan bau usang seperti buku yang terperangkap di dalam ruangan gelap tanpa cahaya dan udara, sangat menusuk hidung.📖
“Coba lihat judul buku ini, Misteri Gua Dalam, ditulis oleh Mr. X” kata Nurmala.
“Siapa Mr. X?” sahut Kemal, serempak kami menjawab, “Entahlah.” 🌻
Begitulah akhir serial ini, jika kalian penasaran tunggu serial berikutnya ya!👌
#serialanak #ceritaanak #bacaananak #storytelling #fiksianak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar